Wasiat Penutupan Dauroh Nasional 1434 H Oleh Asy-Syaikh Badr Al-Badr (Revisi-Lengkap)

oleh -54 views

Wasiat asy-Syaikh Badr bin Muhammad al-Badr hafizhahullah

 Masjid Agung Manunggul Bantul

18 Syawwal 1434 H / 25 Agustus 2013 M

Mengakhiri rangkaian muhadharah Dauroh Nasional Masyaikh ahlus Sunnah IX 1434 H/2013 H, asy-Syaikh Badr berkenan memberkan nasehat dan wasiat perpisahan kepada segenap hadirin.

Dahulu para Shahabat Nabi apabila berkumpul dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam  mereka mengatakan: “Berikan wasiat kepada kami wahai Rasulullah.” Sebagaimana diriwayatkan al-Bukhari dari shahabat Abu Hurairah.

Demikian pula Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila mengirim utusan atau pasukan beliau senantiasa memberikan wasiat kepada komandannya untuk bertaqwa kepada Allah dan berbuat baik kepada pasukan yang bersamanya. Juga termasuk kebiasaan para Salaf adalah saling memberi dan meminta wasiat. Terlebih apa bila wasiat itu disampaikan oleh seorang yang menjadi teladan. Para ‘ulama sangat memperhatikan tentang wasiat. Syaikhul Islam Ibn Taimiyah rahimahullah memiliki kitab Washayaa al-Kubro dan Washayaa ash-Shughra. Karena seseorang itu terkadang mengalami berbagai persoalan dan problem, maka dia pun memberikan nasehat kepada orang yang belum mengalaminya, atau tidak mengetahuinya, atau terlupa darinya. 

Oleh karena itu, atas permintaan agar aku berikan wasiat sebelumnya kepulangan kami ke negeri kami Saudi ‘Arabia. Maka aku akan menyampaikan 10 wasiat, walaupun sebenarnya wasiat itu sangat banyak. Semoga Allah memberikan manfaat dengannya kepada orang yang mendengarnya.

1. Bertaqwa kepada Allah. Sebagain ‘ulama mengatakan, Taqwa adalah, Allah Ta’ala melihatmu ketika Dia memerintahkanmu, dan jangan sampai Allah melihatmu ketika Dia memerintahkanmu. Taqwa adalah obat dan solusi segala kesempitan dan kesulitan, dari musibah dan bencana. Allah berfirman, “Barangsiapa yang bertaqwa maka pasti Allah berikan padanya jalan keluar.”

‘Umar bertanya kepada Ubay bin Ka’b, “Wahai Ubay, apa itu taqwa? Maka Ubay menjawab, “Wahai Amirul Mukminin, bukankah engkau pernah melawati sebuah jalan yang padanya banyak duri?” “Ya”, jawab ‘Umar. “Apa yang engkau lakukan ketika itu?” Tanya Ubay.  “Aku akan berhati-hati dengan serius.” jawab ‘Umar (yakni aku akan menyingsingkan bajuku dan berusaha agar tidak terkenai duri-duri tersebut.) “Itulah taqwa.” kata Ubay.

خَلِّ الذُّنُوبَ صَغِيرَهَا … وَكَبِيرَهَا فَهُوَ التُّقَى

كُنْ مِثْلَ مَاشٍ فَوْقَ أَرْضِ … الشَّوْكِ يَحْذَرُ مَا يَرَى

لا تُحَقِّرَنَّ صَغِيرَةً … إِنَّ الْجِبَالَ مِنَ الْحَصَى

“Tinggalkanlah dosa-dosa, yang besar maupun yang kecil. Itulah taqwa.

Jadilah seperti orang yang berjalan di atas tanah berduri, maka ia waspada terhadap apa yang ia lihat

Janganlah meremehkan dosa kecil. Sesungguhnya gunung itu tersusun dari kerikil-kecil.”

2. Istiqomah di atas agama. Allah Ta’ala berfirman, “Istiqomahlah sebagaimana engkau diperintah.” “Berilah aku hidaya ke jalan yang lurus.” Mohonlah kepada Allah agar memberimu taufiq untuk menempuh jalan yang lurus, yang tidak ada kebengkokan padanya.

Istiqomah di atas agama, adalah dengan engkau tidak menambah dan tidak mengurangi agama. Di antara nikmat Allah kepadamu, adalah engkau termasuk ahlus sunnah. Di antara nikmat Allah kepadamu, adalah taufiq kepada agama ini. Lihatlah orang-orang yang ada di sekitarnya, di sana ada yang menyembah berhala, ada yang menyembah sapi, ada yang menyembah sesamanya. Sementara engkau diberi taufiq untuk beribadah kepada Allah. Engkau diberi taufiq untuk berada di atas agama Allah, dan diberi taufiq kepada manhaj yang benar yaitu manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

Datang seseorang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, ajarilah aku sesuatu yang aku tidak bertanya lagi kepada seorangpun sepeninggalmu.” Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kakatanlah aku beriman kepada Allah. Kemudian istiqomahlah.”

3. Saling menasihati di antara kalian. Barangsiapa melihat pada saudara ada kekurangan maka nasehatilah. Sampaikanlah nasehat secara pribadi, bukan di depan umum. asy-Syafi’i rahimahullah mengatakan, “barangsiapa menasehati saudaranya secara tersembunyi, maka sungguh ia telah menasehatinya. Adapun barangsiapa yang menasehati saudaranya secara terang-terangan di depan umum, maka ia telah membongkar aib saudaranya.”

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Agama adalah nasehat.” …

Jarir bin ‘Abdillah al-Bajali berkata, “Kami membai’at Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk senantiasa mendengar dan taat (terhadap pemerintah), dan memberikan nasehat kepada setiap muslim.”

Nush (nasehat) berasal dari kata nashuh, yaitu (pemurnian/pembersihan). Membersihkan kotoran berupa kekurangan/kemungkaran dari saudara kita.  Sampaikanlah nasehat dengan cara yang lembut agar lebih bisa diterima.

4. Hendaknya bersemangat menjaga ukhuwwah (persaudaraan) Islamiyah. Allah berfirman, “Maka jadilah kalian dengan nikmat-Nya sebagai saudara.” Allah ‘azza wa jalla juga berfirman, “Sesungguhnya kaum mukminin itu bersaudara.” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang muslim itu saudara bagi muslim lainnya.” Ingatlah bahwa seorang muslim adalah saudara muslim yang lainnya. Ukhuwwah Islamiyyah merupakan di antara nikmat Allah yang terbesar kepada kita. Hendaknya seorang muslim bisa memberikan udzur untuk saudaranya dan berbaik sangka terhadapnya. Janganlah berprasangka buruk terhadap saudaranya. Sesungguhnya seorang muslim apabila bersama saudaranya maka dia akan merasa kuat, dan tanpa saudaranya dia akan merasa lemah.

Kalau seandainya seorang muslim berada di sebuah negeri yang semua warganya nashara, atau negeri yang semua warganya Yahudi, atau Budha, bagaimana rasanya? Dia akan takut untuk menampakkan agamanya. Namun kalau dia bersama saudara-saudaranya muslimin maka dia akan merasa mulia, kuat, dan berwibawa. Pujilah Allah atas nikmat ukhuwwah Islamiyyah.

5. Aku wasiat kan kepada kalian untuk senantiasa mendengar dan mentaati waliyyul amr (pemerintah muslimin). Ini adalah sesuatu yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada kita. Allah ‘azza wa jalla, “Taatilah Allah, taatilah Rasul-Nya dan ulil amri di antara kalian.” Shahabat Abu Hurairah berkata: Waliyyul amr adalah pemerintah (HR. Ibnu Abi Syaibah).

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Mendengarlah dan Taatlah walaupun yang memerintah kalian seorang budak habasyi, kepalanya seperti anggur.” (Muttafaq ‘alahi). Engkau wajib mendengar dan taat dalam perkara yang ma’ruf. Jika pemerintah itu muslim, maka engkau bertaqarrub kepada Allah dengan cara mentaatinya. Jika pemerintah itu kafir, maka engkau mentaatinya agar engkau terhindar dari mafsadah.

6. Aku wasiatkan kepada kalian untuk tidak keluar dari ketaatan terhadap pemerintah, tidak memberontak pada pemerintah. Siapa yang mati demikian maka ia mati di atas jahiliah.

Bahkan memberontak termasuk dosa besar. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Barang siapa mengangkat senjata kepada kami maka tidak termasuk golongan kami.” Para ‘ulama menjelaskan bahwa setiap dosa yang Nabi berlepas diri dari pelakunya, maka itu termasuk dosa besar.

Cukup bagi kalian terdapat pelajaran dari orang-orang yang memberontak memberontak terhadap pemerintah-pemerintah muslim, hasil apa yang mereka dapatkan? Mereka justru dibunuh dan menjadi korban, tanpa ada hasil apapun. Akibat tidak mau mentaati perintah Allah dan Rasul-Nya, yaitu perintah untuk bersabar menghadapi kezhaliman pemerintah. Para ‘ulama mengatakan, Hakim zhalum wal fitnah tadum (ketika ada pemimpin zhalim dan fitnah tidak berlanjut).

7. Berbakti kepada kedua orang tua. (Qs. An-Nisa’ : 36). Dalam kitabnya al-Adab al-Mufrod, al-Bukhari meriwayatkan hadits “berbaktilah kepada orang tua niscaya anak-anak kalian berbakti kepada kalian.” Durhaka kepada kedua orang tua termasuk dalam kategori dosa besar. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada tiga yang tidak akan masuk al-Jannah, pezina, orang yang banyak minum khamr, dan anak yang durhaka kepada kedua orang tuanya.”

8. Menjaga dan menjalin hubungan silaturrahmi dengan kerabat. Allah telah mewasiatkan kepada kalian dengan silaturrahmi. Maka wajib atas kalian menyambung silaturrahmi. Dalam Shahih al-Bukhari, “Bahwa rahim mengatakan, wahai Rabb-ku ini si fulan telah menjalin hubungan silaturrahmi, maka sambungkanlah. Dan ini si fulan memutuskan hubungan silaturrahmi, maka putuslah dia.”

Yakni karib kerabat kalian, baik dari pihak ayah maupun pihak ibu.

9. Aku wasiatkan kepada kalian untuk bersatu (berjamaah) dan waspadalah kalian dari furqoh (perpecahan). Allah berfirman, “Berpegangteguhlah kalian semua dengn tali Allah, dan janganlah kalian berpecah belah.” (ali ‘Imran : 103)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Berjamaah adalah rahmat, sedangkan furqoh itu adzab.” (HR. Ahmad, dishahihkan oleh al-Albani). Ath-Thahawi berkata, “Kami melihat bahwa al-Jama’ah (bersatu) itu haq dan tepat, sedangkan furqah itu penyimpangan dan adzab.”

10. Aku wasiatkan kepada kalian untuk senantiasa bersemangat dan bersungguh-sungguh dalam tholabul ilmi. Sesungguhnya ilmu merupakan warisan para nabi. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka kalian harus mendapatkan warisan ini.

Sekarang aku yang menyampaikan ini, maka esok kalianlah yang menyampaikan.

Aku memohon kepada Allah agar memberikan manfaat kepada kita dengan wasiat-wasiat ini. Wasiat yang disampaikan oleh seseorang kepada saudara-saudaranya. Jaga dan peganglah wasiat tersebut, serta ajarkanlah kepada orang-orang yang menunggu di balakang kalian.

Wallohu a’lam bishawab. Walhamdulillaah.

Sumber :  dammajhabibah

No More Posts Available.

No more pages to load.