Golongan Sesat Ahlul Bida’ Sepeninggal Rasulullah (Bag.2)

oleh -58 views

c.An- Nashiriyah.
Golongan ini dinasabkan kepada Muhammad bin Nashir An-Namiry yang hidup pada tahun ketiga hijriyah. Meninggal pada tahun 270 H. Dia hidup semasa dengan tiga imam Syi’ah yang keseluruhannya berjumlah 12 imam. Ketiga imam tersebut adalah Ali Al-Hadi, Al-Hasan Al-‘Askary, dan Muhammad Al-Mahdi.
Ibnu Nashir mendakwa dirinya sebagai gerbang kedua masuk ke Al-Imam Al-Hasan dan sebagai hujjah bagi orang-orang sesudahnya. An-Nashiriyah menganggap bahwa sesungguhnya Alloh menitis kepada diri ‘Ali bin Abi Tholib pada waktu-waktu tertentu. Mereka mengangkat ‘Ali bin Abi Tholib dan imam-imam sesudahnya ke martabat uluhiyyah.
Mereka mengatakan faham penitisan ruh, mengkafirkan shohabat Abu Bakar Ash-Shiddiq dan ‘Umar bin Khoththob, ikut merayakan A’yad (hari-hari raya) agama Kristen, tidak menjalankan puasa Romadlon. Sholat lima waktu bagi mereka adalah sebagai rumus/simbol untuk ‘Ali bin Abi Tholib dan kedua anaknya, Muhsin dan Fathimah. Surga menurut mereka sebagai rumus untuk kenikmatan dan neraka sebagai rumus untuk adzab. Mereka menghalalkan khomr.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata ketika ditanya tentang golongan An-Nashiriyah, “Alhamdulillahi Robbil’alamin, mereka yang menamakan dirinya kaum An-Nashiriyah adalah kelompok Al-Qoromithoh Al-Bathiniyyah, lebih kafir dari golongan Yahudi dan Nashoro, bahkan lebih kafir dari musyrikin. Mudlorot yang mereka timbulkan bagi umat Muhammad j lebih besar dan berbahaya daripada mudlorotnya orang-orang kafir yang diperangi seperti Tartar dan Perancis dan yang lainnya. Karena mereka mendhohirkan dirinya di hadapan orang-orang awam dan bodoh pada kaum muslimin dengan nama atau madzhab Syi’ah dan memberikan wala’/loyalitas kepada ahlul bait. Tetapi, pada hakekatnya mereka adalah golongan yang tidak beriman kepada Alloh, rosul dan kitab-Nya. Mereka tidak beriman kepada perintah dan larangan-Nya, pahala, adzab, surga, neraka, seluruh para rosul sebelum Muhammad j., dan seluruh agama-agama terdahulu (sebelum islam).
Pada saat sekarang golongan An-Nashiriyah berada di utara Syiria, tepatnya di daerah gunung yang dikenal dengan gunung An-Nashiriyah, demikian juga mereka tersebar dengan bilangan yang sedikit di daerah Turki, Alepo dan sekitarnya, Palestina serta Libanon.

d.Ad-Duruz
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, “Mereka adalah pengikut Durzy, dia termasuk dari wali-wali Al Hakim Biamrillah. Dia diutus olehnya kepada penduduk Wady At-Taim bin Tsa’labah dan menyerukan kepada penduduk tersebut bahwa Al-Hakim Biamrillah adalah ilah. Mereka memberikan nama kepadanya dengan nama Al-Bari Al-‘Allam dan bersumpah dengan menyebut nama tersebut. Mereka dari Al-Isma’iliyyah yang mengatakan bahwa Muhammad bin Isma’il menghapus syari’at yang dibawa oleh Nabi Muhammad bin Abbdillah j. Kekafiran mereka lebih tinggi dari golongan Gholat. Mereka mengatakan tentang dahulunya alam semesta dan mengingkari akherat. Mereka mengingkari kewajiban-kewajiban dan perkara yang diharamkan dalam Islam. Perkataan mereka tersusun dari faham filsafat-filsafat dan golongan Majusy. Mereka mendhohirkan dengan nama atau madzhab Syi’ah yang pada hakekatnya adalah munafiq.
Kemudian Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Kekafiran mereka (Ad-Duruz) adalah perkara yang tidak diperselisihkan di antara kaum muslimin. Bahkan, barangsiapa yang ragu terhadap kekufuran mereka, dia dihukumi kafir seperti mereka. Kekafiran mereka tidak sama kedudukannya dengan golongan ahlul kitab dan orang-orang musyrik, akan tetapi lebih daripada itu mereka adalah golongan yang kafir dan sesat. Haram memakan makanan mereka, menawan wanita-wanita mereka, halal harta benda mereka. Sesungguhnya mereka adalah zindiq-zindiq yang murtad. Tidak diterima taubat mereka, diperangi apabila mereka melawan, dilaknat sebagaimana sifat mereka. Haram menjadikan mereka sebagai pengawal, penjaga pintu gerbang dan pengaman atau pemelihara, wajib membunuh ‘ulama dan orang-orang sholih dari kalangan mereka agar tidak menyesatkan yang lainnya…”
Ad-Duruz pada saat ini ada di daerah Suriya, Libanon dan Palestina. Jumlah mereka kurang lebih 150-200 ribu jiwa. Mereka dari keturunan tak dikenal. Sebagian dari ahli sejarah berkeyakinan bahwa Ad-Duruz adalah sekelompok orang yang tersisa pada masa dahulu.

B.Al-Imamiyyah atau Rofidloh.
Mereka dinamakan Rofidloh disebabkan karena rofdl (penolakan) atas dua imam, yaitu Abu Bakar Ash-Shidiq dan Umar bin Khoththob. Berkata Abdulloh bin Ahmad, “Aku bertanya kepada bapakku siapakah Rofidloh itu ?’ Beliau menjawab, ‘Mereka adalah orang-orang yang mencaci maki Abu Bakar Ash-Shidiq dan Umar bin Khoththob .”
Rofidloh terpecah menjadi sekian banyak golongan, sebagian para ulama menyebutkan bahwa mereka terpecah menjadi 15 golongan.
Mereka bersepakat bahwa sesungguhnya Rosululloh j mengangkat dirinya dan mengganti kedudukan Ali bin Abi Tholib dengan namanya. Mereka mendhohirkan dan mengumumkan perkara tersebut. Dan sesungguhnya kebanyakan para shohabat adalah sesat karena meninggalkan untuk mengikuti dia setelah sepeninggal Rosululloh j. Sesungguhnya Imamah (kepemimpinan) tidak bisa diberikan kecuali dengan pengangkatan, pemberhentian, dan adanya hubungan kekeluargaan.
Termasuk kesepakatan Al-Imamiyyah atau Rofidloh sebagaimana disebutkan oleh syaikh mereka, yaitu Al-Mufid yang mengatakan: “Al-Imamiyyah atau Rofidloh telah sepakat bahwa wajibnya atau kepastiannya roj’ah (kembalinya) orang-orang yang telah mati ke dunia sebelum hari kiamat, meskipun terjadi perselisihan di antara mereka tentang arti roj’ah. Mereka memutlakkan sifat Al-Bada’ (keyakinan yang menafikan ilmu Alloh yaitu Alloh tidak mengetahui suatu perkara pada makhluqnya kecuali sesudah terjadi) kepada Alloh. Mereka bersepakat bahwa para imam yang sesat (sahabat) itu menyelisihi dalam menulis Al-Quran. Dan telah terjadi ijma’ antara Mu’tazilah, Khowarij, Zaidiyyah dan Ash-habul Hadits bahwa mereka keseluruhannya berselisih dengan imamiyyah dalam seluruh perkara yang ada pada kami.”
Rofidloh banyak dicela di kitab-kitab salaf, mereka adalah golongan yang paling jahat diantara golongan-golongan yang lainnya dengan tujuan untuk memperingatkan umat darinya. Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam mensifati mereka: tidak ada golongan-golongan sesat yang menyandarkandirinya kepada Islam yang mereka semua penuh dengan kebid’ahan dan kesesatan yang lebih jahat daripada Rofidloh. Bahkan golongan Rofidloh adalah golongan yang paling bodoh, dusta, dholim dekat dengan kekufuran, kefasikan dan kemaksiatan dan paling jauh dari hakekat keimanan dari seluruh golongan-golongan sesat yang ada. Orang-orang Rofidloh dihukumi dengan dua hukum, yang pertama munafiq atau yang kedua jahil dengan apa yang telah datang dari Rosululloh j. Jadi seseorang tidak dikatakan sebagai Rofidli dan Jahmi kecuali dia adalah seorang munafiq atau jahil dari syariat yang dibawa oleh Rosululloh.
Adapun hukum pengkafiran mereka telah disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah “Bahwa sesungguhnya para ulama Ahlus Sunnah menghukumi mereka dan golongan Khowarij dengan dua pendapat yang masyhur. Dan yang shohih dari kedua pendapat tersebut bahwa perkatan mereka (Rofidloh) yang menyelisihi apa yang telah datang dari Rosululloh j adalah kufur, demikian juga perbuatan mereka termasuk jenis dari perbuatan yang dilakukan orang-orang kafir, ini juga dihukumi kufur. Akan tetapi mengkafirkan satu-persatu dari mereka dengan mengatakan kekalnya dia di neraka misalnya, harus di atas prinsip Ahlus Sunnah wal Jamaah dari syarat-syarat pengkafiran tersebut”.

C.Az-Zaidiyah
Golongan Az-Zaidiyah adalah pengikut Zaid bin ‘Ali bin Al-Husain bin ‘Ali bin Abi Tholib. Mereka menyerahkan atau menguasakan kepemimpinan kepada anak-anak Fatimah, tidak diperbolehkan kepemimpinan diserahkan kepada selain mereka, yaitu keturunan Fatimah yang ‘alim, pemberani dan murah hati/dermawan, maka wajib mentaatinya sebagai imam. Baik dari keturunan Al-Hasan atau Al-Husain. Disebutkan oleh Abul Hasan Al-Asy’ary bahwa Az-Zaidiyah terbagi menjadi 6 golongan.
Golongan Az-Zaidiyah telah sepakat bahwa Ash-Habul Kabair (pelaku dosa besar) mereka diadzab di neraka dan kekal di dalamnya, pembenaran terhadap Kholifah ‘Ali bin Abi Tholib dan menyalahkan shohabat yang menyelisihinya disaat terjadi peperangan, Kholifah ‘Ali bin Abi Tholib telah benar keputusannya dalam perkara yang berkaitan dengan 2 hakim (utusan).
Mereka juga bersepakat bolehnya mengangkat pedang kepada Imam (pemimpin) yang lalim dan menghilangkan kedzolimannya, tidak bolehnya sholat dibelakang orang yang terjerumus dalam perbuatan maksiat, shohabat ‘Ali bin Abi Tholib lebih utama dari seluruh shohabat Rosululloh j dan tidak ada shohabat setelah Nabi j yang lebih utama darinya.

3. Al-Qodariyah.
Mereka adalah golongan yang mengingkari ilmu Alloh terhadap perbuatan-perbuatan hamba-Nya sebelum terjadi. Mereka mengatakan bahwa Alloh tidak menakdirkan dan tidak mengetahui perbuatan yang dilakukan oleh seorang hamba, Alloh mengetahui setelah perbuatan itu terjadi/dilakukan.
Mereka juga mengatakan bahwa sesungguhnya Alloh tidak menciptakan dan berkuasa atas perbuatan hamba-Nya. Diriwayatkan oleh Al-Lalikai dari Imam Syafi’i sesungguhnya dia mengatakan: ”Al-Qodary adalah seseorang yang mengucapkan bahwa sesungguh-Nya Alloh tidak menciptakan sesuatu perbuatan sampai perbuatan itu dilakukan”.
Diriwayatkan juga oleh Abu Tsaur dia mengatakan ketika ditanya tentang golongan Al-Qodariyah: ”Mereka adalah orang-orang yang mengatakan bahwa sesungguhnya Alloh tidak menciptakan perbuatan hamba-Nya, Alloh tidak menakdirkan dan menciptakan perbuatan maksiat”.
Disebutkan oleh Imam An-Nawawi bahwa mereka dinamakan Al-Qodariyah karena disebabkan pengingkarannya kepada taqdir dan sebagian lainnya menyebutkan karena mereka mengatakan bahwa manusia berkuasa penuh atas apa yang mereka perbuat.
Orang pertama yang mengatakan faham Al-Qodariyah adalah Ma’bad Al-Juhany ada generasi akhir Shohabat Rosululloh j.
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Yahya bin Ya’mar sesungguhnya dia berkata: “Orang pertama yang mengatakan faham Al Qodariyah adalah Ma’bad Al-Juhany di Bashroh”.
Ma’bad mengambil faham dan perkataan tersebut dari seorang laki-laki yang beragama Nashrani bernama Sausan, dan perkataan Ma’bad diambil/diwarisi oleh Gailan Ad-Dimsyiqy.
Sebagaimana riwayat dari Imam Al-Auza’i, beliau berkata: “Orang pertama yang mengatakan faham Al-Qodariyah adalah seorang laki-laki penduduk negeri Iraq yang bernama Sausan, dia adalah seorang Nashroni yang masuk Islam kemudian kembali menjadi Nashrani. Perkataannya diambil oleh Ma’bad Al-Juhany, kemudian perkataan Ma’bad diambil oleh Gailan Ad-Dimsyiqy”
Pokok dasar bid’ah Al Qodariyah terbagi menjadi dua macam:
1. Pengingkaran terhadap ilmu Alloh sebelum terjadinya sesuatu yaitu Alloh tidak mengetahui perbuatan hambanya sampai perbuatan itu terjadi.
2. Sesungguhnya seorang hamba itu yang telah mengadakan/menciptakan perbuatannya sendiri.
Para ulama menyebutkan bahwa sesungguhnya madzhab Al-Qodariyah telah musnah, sebagaimana dinukil oleh Ibnu Hajar dari Imam Qurthubi , dia berkata: ”Madzhab ini sungguh telah musnah, kami tidak mengetahui seseorang pada generasi akhir yang menasabkan kepadanya (madzhab Al-Qodariyah). Adapun pada saat ini Al-Qodariyah mereka bersepakat bahwa sesungguhnya Alloh mengilmui (mengetahui) perbuatan hamba-Nya sebelum terjadi, akan tetapi mereka menyelisihi manhaj Salaf (Ahlussunnah wal Jama’ah) dalam perkara yang mereka anggap dan yakini yaitu: Bahwa seorang hamba berkuasa penuh dalam perbuatannya dan apa yang diperbuat oleh seorang hamba itu diatas kekuasaanDiriwayatkan juga oleh Abu Bakar Al-Marrudzi bahwa dia berkata: ”Aku bertanya kepada Abu Abdillah (Al-Imam Ahmad) tentang orang yang berfaham Al-Qodariyah, beliau tidak mengkafirkan apabila menetapkan ilmu Alloh”.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menerangkan perkataan para ulama Salaf (Ahlussunnah wal Jama’ah) dalam menghukumi pengkafiran Al-Qodariyah: ”Mereka yang menafikan pencacatan dan ilmu Alloh maka para ulama mengkafirkannya, adapun yang menetapkan ilmu Alloh tetapi tidak menetapkan bahwa Alloh telah menciptakan perbuatan-perbuatan hambanya para ulama tidak mengkafirkannya”.

( Diterjemahkan oleh Al Ustadz Abu ‘Isa Nurwahid dari kitab Mauqifu Ahlus sunnati wal Jama’ati Min Ahlil Ahwaa’i Wal Bida’, Asy Syaikh Dr. Ibrahim bin ‘Amir Ar Ruhaily )
Sumber : Buletin Dakwah Al-Atsary, Semarang Edisi 19/1427H
Dikirim via Email oleh Al Akh Dadik

No More Posts Available.

No more pages to load.