Asy-Syaikh Sholih al-Fauzan Membolehkan Video?

oleh -460 views

Asy-Syaikh Sholih Al-Fauzan hafidzohulloh termasuk ulama yang berpendapat haromnya gambar video (rekaman). Namun di internet banyak sekali beredar rekaman ceramah beliau di berbagai situs. Keadaan ini bisa jadi akan memunculkan kebingungan bagi sebagian orang, mengapa hal ini bisa terjadi?

Penyebabnya menurut kami –wallohu a’lam- adalah karena beliau berpendapat haromnya video yang berbentuk rekaman, namun di sisi lain beliau membolehkan video (tv) yang berbentuk siaran langsung. Dan rekaman-rekaman ceramah beliau yang banyak beredar di internet mungkin diambil dari siaran-siaran langsung ceramah beliau, kemudian diunggah ke internet tanpa seijin beliau. Wallohu a’lam.

Pada edisi pertama kami telah menampilkan sebagian fatwa beliau tentang video, berikut kami tampilkan kembali fatwa asy-Syaikh Sholih Fauzan secara lebih lengkap agar pembaca dapat memperoleh pemahaman yang lengkap.

Asy-Syaikh Sholih Al-Fauzan ditanya :
Apa hukum video? Bagaimana kami harus menjawab bila ada orang yang menyatakan bahwa Anda membolehkan video, karena anda muncul disiaran dakwah di TV Majd Channel ?

Jawab  :

Subhaanallah, saya membolehkannya ??!

Terkait kemunculan saya di TV, maka saya dalam keadaan tidak menginginkannya. Mereka datang ke masjid kemudian merekam ta’lim dan juga para hadirin. Mereka tidak ijin terlebih dahulu atau berkonsultasi.
Saya bener-benar tidak mengijinkannya, begitupun saya sama sekali  tidak suka dengan hal ini, siapa saja pelakunya.

Mereka juga telah merekam ta’lim asy-Syaikh bin Baz Rohimahullah dalam keadaan beliau tidak suka dengan hal tersebut. Bahkan beliau memperingatkan umat darinya. Mereka datang pada suatu acara, bergabung bersama-sama, merekam, lalu muncullah siarannya di TV. Apakah ini berarti asy-Syaikh bin Baz membolehkan gambar (tashwir) ? Sama sekali tidak. Beliau berdiri pada posisi bahwa semua gambar, dalam berbagai jenisnya, adalah  harom.

***

Pada kesempatan lain beliau Hafidzohulloh ditanya:

Apakah benar berita yang menyatakan bahwa Anda telah merubah pendapat Anda tentang larangan membuat gambar, terkait dengan persetujuan Anda untuk menampilkan rekaman ta’lim Anda di Majd Tv dan lainnya?

Jawab:

Ini adalah penukilan yang tidak benar. Hukum gambar adalah harom. Tidak boleh bagi saya atau selain saya berkata kepada anda bahwa gambar itu boleh dikarenakan dalil tentang pelarangan gambar sangat jelas, begitu pula hukuman bagi pelakunya. Dan perbuatan ini termasuk dari dosa besar. Saya termasuk yang berpendapat haromnya gambar kecuali dalam keadaan kita sangat butuh (darurat). Saya ulangi lagi, gambar adalah sesuatu yang dilarang kecuali dalam keadaan kita sangat butuh, seperti dalam pembuatan kartu identitas, SIM, atau paspor. Dalam situasi demikian maka gambar dibolehkan.

Dalam keadaan lain, seperti untuk kenang-kenangan, sebagai hiasan atau dekorasi, maka yang ini tidak boleh. Ini adalah perbuatan yang lebih jelek, yaitu ketika seseorang menggantung gambar. Perbuatan ini larangannya lebih keras lagi.

Ini adalah kalimat (pendapat) yang telah saya nyatakan dan yang terus saya pegangi. Bila ada yang menyandarkan kepada saya selain ini, maka itu adalah tidak benar.

Adapun terkait Majd TV, maka saya tidak pernah datang kepada mereka atau ke studio mereka. Merekalah yang datang ke masjid dan kemudian merekam.

Seperti halnya mereka juga melakukan pengambilan gambar saat pelaksanaan sholat di Masjidil Harom (Makkah) dan Masjid Nabawi (Madinah). Mereka datang ke masjid, kemudian melakukan pengambilan gambar di Masjidil Harom dan Masjid Nabawi.

***

Tanya :
Apakah orang yang merekam ta’lim atau pelajaran teranggap sebagai orang yang disebut dalam hadits tentang larangan membuat gambar ?

Jawab :
Ya termasuk. Dia termasuk di dalamnya. Tidak ada kebutuhan kita pada gambar. Pelajaran  (ilmu)  itu cukup direkam, didengarkan, dan ditulis. Tujuan telah tercapai  tanpa perlu ada gambar (video).

***

Tanya:

Apakah boleh seorang ulama atau penuntut ilmu tampil di TV jika keadaan membutuhkannya?

Jawab:

(Siaran) televisi yang live/langsung adalah memindahkan (menyalurkan) gambar, dan ini berbeda dengan merekam yang merupakan bentuk menyimpan gambar (seperti kamera foto). Siaran live hanya sekedar menyalurkan, misalnya adalah siaran langsung sholat di Masjidil Harom, di Masjid Nabawi, siaran langsung  pelaksanaan ibadah haji saat wuquf di Arofah atau tempat ibadah haji lainnya. Ini adalah siaran langsung (live). Mereka menyebutnya siaran langsung.

***

Tanya:

Ada orang yang menjadikan kemunculan Anda di TV sebagai dalil bahwa Anda membolehkan gambar?

Jawab:

Saya telah menulis tentang masalah ini. Saya nyatakan bahwa itu (siaran langsung) bukan gambar, tapi sekedar menyebarkan saja.

Asy-Syaikh Fauzan juga ditanya tentang bagaimana bila ada orang yang menjadikan siaran langsung tersebut  sebagai rekaman, maka beliau menjawab bahwa itu menjadi tanggung jawab si pelaku (http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=125720)

 

Diketik ulang untuk Darussalaf.or.id dari Majalah Fiqih Islami FAWAID No. 04/I/1435/2014 Hal. 52-54

 

 

No More Posts Available.

No more pages to load.